Kamis, 18 April 2013

DAMPAK MODERINISASI BAGI KAWULA MUDA

Kebanyakan dari kawula muda sekarang berperilaku modern. Seperti memakai pakaian, sepatu, tas dan lain-lain yang bermerek dan bisa menyempurnakan penampilan mereka. Mereka cenderung mengikuti trend, kebanyakan dari mereka meniru orang lain tanpa melihat apakah hal tersebut pantas atau cocok dan mempunyai dampak yang negatif atau positif bagi mereka. Hal-hal seperti itu dapat mempengaruhi perilaku mereka seperti cara berfikir dan gaya hidup. Mereka cenderung untuk menonjolkan penampilan dan cara berfikir mereka. Di jaman yang serba tekhnologi sekarang mereka dapat dengan mudah mendapatkan informasi melalui internet dan media sosial seperti facebook, twitter, instragram, path dan lain-lain. Tidak dipungkiri kawula muda pasti memiliki social network seperti itu. Dengan adanya internet mereka juga dimudahkan dalam mengerjakan tugas sekolah dan tugas kuliah. Tetapi tidak dipungkiri terkadang mengikuti perilaku yang moderinisasi juga memiliki dampak yang positif seperti kita bisa mengikuti perkembangan jaman seperti mengetahui informasi-informasi didalam negeri maupun diluar negeri, bisa berkomunikasi jarak jauh dengan bisa saling mengirim e-mail ( bisa tetap menjalin silahturahmi ) dan masih banyak lagi. Tetapi juga memiliki dampak negatifnya yaitu kita bisa meremehkan atau memudahkan hal-hal yang penting, bisa menimbulkan pokranisasi (sering menunda-nunda pekerjaan atau tugas ), tidak bisa mengontrol diri sendiri misalnya ketika menginginkan sesuatu sering memaksakan sehingga tidak sesuai keadaan dan lain sebagainya. Menurut saya sebagai anak muda tidak ada salahnya kalau kita berperilaku moderinisasi, karena kita sebagai penerus bangsa memang harus mengetahui banyak hal, tetapi kita juga harus dapat mengontrol dan memilah-milah mana yang baik dan tidak agar kita tidak terlalu mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Rabu, 10 April 2013

Konsep Kesehatan Mental & Teori Perkembangan Kepribadian

Konsep Kesehatan Berdasarkan Dimensi Emosional, Intelektual, Sosial, Fisik dan Spritual

Menurut WHO (1947) kesehatan merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Menurut UU No.23,1992 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental) dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Pengertian kesehatan pada saat ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.

1. Kesehatan berdasarkan dimensi emosional
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 (tiga) komponen yaitu:
• Pikiran yang sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih dan lain-lain.
• Spiritual yang sehat tercermin dari diri seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian kepercayaan dan sebagainya. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari keagamaan seseorang, dimana ia menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa dan menjauhi larangannya dan menjalankan ibadahnya.

2. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial,ekonomi, politik dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
3. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

4. Kesehatan intelektual adalah suatu keadaan dimana seseorang mampu mengendalikan kecerdasannya untuk berfikir secara baik ataupun buruk. Kesehatan intelektual sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun memecahkan problem yang di hadapi.

5. Kesehatan Spiritual

Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritual mampu menghadirkan cinta, kepercayaan dan harapan, melihat arti dari kehidupan danmemelihara hubungan dengan sesama (dalam docstoc). Spiritual adalah suatu kepercayaan dalam hubungan antar manusia dengan beberapa kekuatan diatasnya, kreatif, kemuliaan atau sumber energy serta spiritual juga merupakan pencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan dari nilai-nilai dan system kepercayaan seseorang yang mana akan terjadi konflik bila pemahamannya dibatasi (dalam docstoc).
Spiritual memiliki beberapa aspek:
a. Hubungan yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam hiduo
b. Menemukan arti dan tujuan hidup
c. Mempunyai perasaan hubungan kedekatan dengan diri sendiri dan Tuhan atau Allah (dalam docstoc)
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan yang tertinggi (dalam docstoc). Kesehatan jiwa (spiritual) menurut ilmu kedokteran saat ini adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras orang lain (dalam docstoc).


Kesimpulan:
Kesehatan menurut WHO adalah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Menurut UU No.23 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan menurut UU Pokok kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental) dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Jadi kesehatan adalah keadaan yang bebas dan sejahtera yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek fisik, emosi, sosial dan spiritualdan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.


FREUD MENGENAI PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Freud umumnya dipandang sebagai ahli yang pertama-tama mengutamakan aspek perkembangan (genetis) daripada kepribadian dan terutama menekankan peranan yang menentukan daripada tahun-tahun permulaan masa kanak-kanak dalam meletakkan dasar-dasar struktur kepribadian. Freud berpendapat, bahwa kepribadian pada dasarnya telah terbentuk pada akhir tahun kelima dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu. Kesimpulan yang demikian itu diambilnya atas dasar pengalaman-pengalamannya dalam melakukan psikoanalisis. Penyelidikan dalam hal ini selalu menjurus kearah masa kanak-kanak, yaitu masa yang mempunyai peranan yang menentukan dalam hal timbulnya neurosis pada tahun-tahun yang lebih kemudian. Freud beranggapan bahwa kanak-kanak adalah ayahnya manusia (The Child is the Father of Man). Dalam menyelidiki masa kanak-kanak ini Freud tidak langsung menyelidiki anak-anak, akan tetapi membuat rekonstruksi atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa kanak-kanaknya.
Kepribadian itu berkembang dalam hubungan dengan empat macam sumber tegangan pokok, yaitu:
1. Proses pertumbuhan fisiologis
2. Frustasi
3. Konflik
4. Ancaman
Sebagai akibat dari meningkatnya tegangan karena keempat sumber itu, maka orang terpaksa harus belajar cara-cara yang baru untuk mereduksikan tegangan. Belajar mempergunakan cara-cara baru dalam mereduksikan tegangan inilah yang disebut perkembangan kepribadian.
Identifikasi dan pemindahan obyek adalah cara-cara atau metode-metode yang dipergunakan individu untuk mengatasi frustasi-frustasi, konflik-konflik serta kecemasan-kecemasannya.

a. Identifikasi
Identifikasi dapat didefinisikan sebagai metode yang dipergunakan orang dalam menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian daripada kepribadiannya. Dia belajar mereduksikan tegangannya dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain. Untuk hal yang demikian itu Freud mempergunakan istilah identifikasi dan bukan imitasi, sebab menurut dia istilah imitasi mengandung arti peniruan yang dangkal, sedangkan dalam identifikasi apa yang ditiru itu lalu menjadi bagian daripada kepribadiannya. Pada umunya identifikasi ini berlangsung tidak disadari, jarang dilakukan dengan maksud sadar. Perlu dikemukakan, bahwa orang tidak perlu mengidentifikasikan diri dengan semua hal yang ada pada orang lain tempat ia mengidentifikasikan diri itu, akan tetapi dia memilih hal-hal yang dalam anggapannya akan dapat menolongnya untuk mencapai sesuatu maksud. Dalam proses identifikasi ini banyak terjadi jatuh bangun, trial and error, karena biasanya orang tidak pasti benar, apakah yang ada pada orang lain itu dapat membawa sukses baginya. Jadi apa yang akan diambil atau ditiru itu ditest dulu apakah hal tersebut dapat membantu mengurang tegangan. Obyek identifikasi itu tidak hanya terbatas pada manusia saja, tetapi dapat bermacam-macam sekali, kecuali dalam bentuk yang sudah dibicarakan itu identifikasi dapat merupakan cara yang dipergunakan orang untuk mencapai kembali hal yang telah hilang.
b. Pemindahan Obyek
Apabila obyek pilihan sesuatu intink yang asli tidak dapat dicapai karena rintangan (anti-cathexis) baik rintangan dari dalam maupun dari luar, maka terbentuklah cathexis yang baru , kecuali kalau terjadi penekanan yang cukup kuat. Apabila cathexis yang baru ini juga tak dapat dipenuhiakan terjadi cathexis yang lain pula. Demikian seterusnya sampai ada objek yang dapat dipakai untuk mereduksi tegangan, objek ini akan dipakai terus samapai saat habis kemampuannya untuk mereduksikan tegangan. Selama proses pemindahan itu sumber dan tujuan instink tetap hanya objeknya yang berubah-ubah. Dan jarang sekali objek pengganti itu dapat memberi pemuasan sebesar objek aslinya, makin jauh pemindahan objek itu dari objek asli, maka semakin sedikit tegangan yang dapat direduksikan. Sebagai akibat dari bermacam-macam pemindahan objek itu maka terjadilah penumpukan tegangan yang kemudian bertindak sebagai alasan yang tetap (kekuatan pendorong yang tetap) bagi tingkah laku. Dalam hal itu pribadi makin lama makin stabil, karena telah memiliki bentuk-bentuk “kompromi” antara dorongan-dorongan dari inthink dan anti cathexis-nya. Freud menunjukkan, bahwa pengekangan terhadap pemilihan-pemilihan objek yang primitif serta penggunaan energi instinktif untuk hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakat serta besifat kreatif itulah yang memungkinkan perkembangan kebudayaaan.
Arah pemindahan objek ini ditentukan oleh dua factor yaitu:
1. Kemiripan objek pengganti terhadap objek aslinya
2. Sanksi-sanksi dan larangan-larangan masyarakat
Kemampuannya untuk membentuk object-cathexis pengganti ini adalah mekanisme yang paling kuat dalam perkembangan kepribadian. Semua perhatian/minat, kegemaran, nilai-nilai, sikap yang menjadi cirri kepribadian orang dewasa dimungkinkan oleh peemindahan objek ini.

c. Mekanisme Pertahanan das Ich
Karena tekanan kecemasan ataupun ketakutan yang berlebihan, maka das Ich kadang-kadang terpaksa mengambil cara yang ekstrem untuk menghilangkan atau mereduksikan tegangan. Cara-cara yang demikian itu disebut mekanisme pertahanan. Bentuk-bentuk pokok mekanisme pertahanan itu adalah:
a. penekanan atau represi
b. proyeksi
c. pembentukan reaksi
d. fiksasi
e. regresi
Semua mekanisme pertahanan itu mempunyai kesamaan sifat-sifat yitu:
1. Kesemuanya itu menolak, memalsukan atau mengganggu kenyataan
2. Kesemuanya itu bekerja dengan tidak disadari, sehingga orang yang bersangkutan tidak tahu apa yang sedang terjadi.

d. Fase-fase Perkembangan
Freud berpendapat bahwa anak sampai kira-kira umurlima tahun melewati fase-fase yang terdiferensiasikan secara dinamis, kemudian samapai umur dua belas atau tiga belas tahun mengalami fase latent, yaitu dinamika menjadi lebih stabil. Dengan datangnya masa remaja maka dinamika itu meletus lagi dan selanjutnya makin tenang kalau orang makin dewasa. Bagi Freud, masa sampai umur dua puluh tahun adalah masa yang menetukan bagi pembentukan kepribadian. Tiap fase, ditentukan atas dasar cara-cara reaksi bagian tubuh tertentu. Adapun fase-fase tersebut adalah:
a. Fase oral : 0 sampai kira-kira 1, pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamis
b. Fase anal : kira kira 1sampai kira-kira 3, pada fase ini cathexis dan anti cathexis berpusat pada fungsi eliminatif (pembuangan kotoran)
c. Fase falis: kira-kira 3 sampai 5, pada fase ini alat-alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting
d. Fase latent : 5 sampai kira-kira 12 atau 13, pada fase ini impuls-impuls cenderung untuk ada dalam keadaan tertekan
e. Fase pubertas: kira-kira 12 atau 13 sampai 20, pada masai ini impuls-impuls menonjol kembali
f. Fase genital


ALLPORT MENGENAI PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Melihat teori otonomi fungsional bahwa individu itu dari lahir mengalami perubahan-perubahan yang penting.
a. Kanak-kanak
Neonatus
Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk yang dilengkapi dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/nafsu dan refleks. Jadi belum memiliki bermacam-macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan kata lain belum memiliki kepribadian. Pada waktu lahir anak telah mempunyai potensi-potensi baik fisik maupun tempramen yang aktualisasinya tergantung pada perkembangan dan kematangan. Kecuali neonatus telah memiliki refleks-refleks tertentu (mengisap,menelan) serta melakukan gerakan-gerakan yang masih belum terdiferensiasikan, dimana hampir semua gerakan otot-otot ikut digerakkan.
Allport berpendapat bahwa perlengkapan anak untuk beraksi bahwa ada semacam aktivitas umum yang menjadi sumber dari tingkah laku yang bercorongan (bermotif). Dalam masa ini anak merupakan makhluk yang punya tegangan-tegangan dan perasaan enak tak enak. Jadi pada masa ini keterangan yang biologistis yang bersandar pada pentingnya hadiah atau hokum efek atau prinsip kesenangan sangat cocok.Jadi dengan didorong dengan kebutuhan akan mengurangi ketidakenakan sampai minimal dan mencari keenakan sampai anak itu berkembang secara maksimal. Pertumbuhan seperti itu bagi Allport merupakan proses diferensiasi dan integrasi yang berlangsung terus menerus. Anak kecil akan menunjukkan perbedaan-perbedaan kualitas, misalnya perbedaan ekspresi-ekspresi emosional yang cenderung untuk tetap dan terbentuk menjadi cara penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya. Jadi beberapa tingkah laku anak merupakan perintis bagi pola-pola kepribadian selanjutnya. Allport menyimpulkan bahwa setidaknya pada bagian kedua tahun pertama anak telah menunjukkan dengan pasti sifat-sifat yang khas.
b. Transformasi Kanak-kanak
Perkembangan itu melewati garis-garis yang berganda. Bermacam-macam mekanisme atau prinsip dipakai untuk membuat deskripsi mengenai perubahan-perubahan sejak kanak-kanak sampai dewasa.
1. Diferensiasi
2. Integrasi
3. Pemasakan (Maturation)
4. “Belajar”
5. Kesadaran diri (Self-Consciousness)
6. Sugesti
7. Self-esteem
8. Inferiority dan kompensasi
9. Mekanisme-mekanisme psikoanalitis
10. Otonomi fungsional
11. Reorientasi mendadak trauma
12. Extension of self
13. Self-obyektification, instink dan humor
14. Pandangan hidup pribadi (personal weltanschauung)
Dia mempersoalkan diferensiasi, intergrasi pematangan (maturation), imitasi, belajar otonomi fungsional dan ekstensi self. Bahkan dia menerima keterangan secara psikoanalitis, walaupun dia mengatakan bahwa hal-hal tersebut tidak punya kedudukan teoritis yang pokok bagi kepribadian yang normal. Jadi menurut Allport manusia itu adalah organisme yang pada waktu lahirnya adalah mahkluk biologis lalu berubah atau berkembang menjadi individu yang egonya selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti dari pada tuujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi masa depan. Di dalam perkembaangan ini tentu saja peranan yang menetukan ada pada otonomi fungsional. Prinsip ini menjelaskan bahwa apa yang mula-mula alat untuk tujuan biologis dapat menjadi motif yang otonom yang mendorong dan memberi arah tingkah laku.
Jika ditinjau secara luas teori Allport ini seakan-akan dua teori kepribadian. Yang pertama adalah biologistis yang cocok dengan anak yang baru lahir dan yang kedua (dengan perkembangan kesadaran) makin kurang memadai dan pada masa ini harus diadakan reorientasi kalau-kalau kita menghendaki representasi individu yang makin memadai.
c. Orang Dewasa
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menetukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasikan dan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki neonatus. Biasanya individu yang normal mengerti atau menyadari apa yang dikerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya. Untuk memahami manusia dewasa tidak dapat dilakukan tanpa mengerti tujuan-tujuan serta aspirasi-aspirasinya. Motif-motifnya terutama tidak berakar dimasa lampau (echo dari masa lampau) tetapi terutama bersandar pada masa depan. Dapat kita pahami bahwa orang dewasa adalah ideal. Tetapi kenyataannya tidak selalu demikian, banyak orang yang tak mempunyai kematangan atau kedewasaan penuh.
Menurut Allport pribadi yang telah dewasa itu pada pokonya harus memiliki hal-hal yang tersebut dibawah ini:
1. Extension of self
2. Self Objectification
a. Insight
b. Humor
3. Filsafat hidup (weltanschauung, philosophy of life)

ERIKSON MENGENAI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL

Teori perkembangan Erik H. Erikson sangat dipengaruhi oleh psikoanalisa Freud. Beliau tidak mendasarkan teori perkembangannya pada libido, melainkan pada pengaruh sosial budaya di lingkungan individu. Selain itu, Erikson masih memakai konsep-konsep naluri Freud yang dibentangkannya pada dua titik ekstrim (positif-negatif) sebagai suatu konflik yang diungkap dengan kata “venus” yang bukan berarti “lawan”. Konflik ini menimbulkan suatu krisis. Terselesaikannya krisis itu, akan mempengaruhi perkembangan individu. Bagi Erikson, krisis bukan merupakan malapetaka, tetapi suatu titik tolak perkembangan psikososial Erikson dibagi menjadi delapan tahap.


a. Basic Trust vs Basic Mistrust (0-1 tahun)
Kebutuhan akan rasa aman dan ketidaj berdayaan menyebabkan konflik yang dialami oleh anak dalam tahap ini adalah basic trust vs basic mistrust. Bila rasa aman dipenuhi, maka anak akan mengembangkan dasar-dasar kepercayaan pada lingkungan. Sebaliknya, bila anak selalu terganggu, tidak pernah merasakan kasih sayang dan rasa aman, anak akan mengembangkan perasaan tidak percaya lingkungan. Ibu memainkan peranan penting.

b. Autonomy vs Shame & Doubt (2-3 tahun)
Organ-organ tubuh masa usia ini sudah lebih masak dan terkoordinasi. Anak dapat melakukan aktivitas secara lebih meluas dan bervariasi oleh karena itu konflik yang dihadapi anak dalam tahap ini adalah perasaan mandiri vs perasaan malu dan ragu-ragu. Pengakuan, pujian, perhatian serta dorongan akan menimbulkan perasaan percaya diri, memperkuat egonya. Bila sebaliknya yang terjadi, maka akan berkembang perasaan ragu-ragu. Kedua orang tua merupakan objek sosial terdekat bagi anak.

c. Initiative vs Guilt (3-6 tahun)
Bila pada tahap sebelumnya anak mengembangkan perasaan percaya diri dan mandiri, maka ia akan berani mengambil inisiatif, yaitu perasaan bebas untuk melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri. Tetapi bila pada tahap sebelumnya ia mengembangkan perasaan ragu-ragu, maka ia akan selalu merasa bersalah. Ia tidak berani melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri.

d. Industry vs Inferiority (6-11 tahun)
Anak sudah mulai mampu melakukan pemikiran logis dan anak sudah bersekolah. Oleh karena itu, tuntutan dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar sudah semakin luas. Konflik yang dihadapi dalam tahap ini adalah perasaan sebagai seseorang yang mampu vs perasaan rendah diri. Bila kemampuan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan dihargai (misalnya sekolah), maka akan berkembang rasa bergairah untuk terus lebih produktif. Sedangkan bila sebaliknya yang terjadi ia akan merasakan kekaburan peran.


e. Indentity vs Role Confusion (mulai 12 tahun)
Anak diharapkan pada harapan-harapan kelompok dan dorongan yang makin kuat untuk lebih mengenal dirinya. Ia harus mulai memutuskan bagaimana masa depannya. Konflik yang dihadapi adalah perasaan menemukan dirinya sendiri vs kekaburan peran. Bila ia berhasil melakukan tahap-tahap sebelumnya, maka ia akan menemukan dirinya. Bila sebaliknya yang terjadi ia akan merasakan kekaburan peran.

f. Intimacy vs Isolation
Individu sudah mulai mencari-cari pasangan hidup. Oleh karena itu, konflik yang dihadapi adalah kesiapan untu berhubungan secara akrab dengan orang lain vs perasaan takut. Seseorang yang berhasil membagi kasih sayang dan perhatian dengan orang lain akan mendapapatkan perasaan kemesraan dan keintiman. Sedang yang tidak dapat membagi kasih akan merasa terasing atau terkecil.

g. Generativity vs Self-absorbtian
Krisis yang dihadapi individu pada masa ini adalah adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu dapat menyebabkan individu mampu berbuat banyak bagi kemanusiaan, khusunya bagi generasi yang akan datang. Tetapi bila dalam tahap-tahap yang silam ia memperoleh banyak pengalaman negatif, maka ia akan mungkin terkurung dalam kebutuhan dan persoalan sendiri.

h. Ego integrity vs Despair
Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi dan tindakan-tindakannya dimasa lalu akan menimbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal, akan timbul kekecewaan yang mendalam.